Pemerintah Indonesia melalui Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dapat mencapai target nol persen kemiskinan ekstrem pada 2024 melalui beberapa langkah, ujar Profesor Rema Hanna, pakar ekonomi dari Harvard University.
“Alat-alat dalam penelitian dapat digunakan terutama untuk memperoleh informasi yang nantinya digunakan para pembuat kebijakan dan program mengambil langkah tepat,” terangnya dalam Forum Akademisi TNP2K-IBER 2022 dengan tema “Menuju 0% Kemiskinan Ekstrem di Indonesia: Tantangan, Kebijakan, dan Solusi untuk Pertumbuhan Inlusif di Indonesia.”
Dalam paparannya, Prof Rema menguraikan langkah yang dapat diambil pemerintah Indonesia mencapai target menghapus kemiskinan ekstrem, salah satunya adalah melalui evaluasi program.
“Mengevaluasi program-program dan kebijakan, apakah (program) memiiki dampak kepada masyarakat, jadi kita tahu program dan kebijakan yang kita punya telah berjalan dengan baik,” katanya.
Ia mencontohkan, Program Keluarga Harapan (PKH) yang memiliki cara unik dan menarik untuk membantu mencapai target nol persen kemiskinan ekstrem di Indonesia.
“Program PKH di Indonesia merupakan program bantuan langsung tunai yang menyasar keluarga miskin dan rentan. Hasilnya program itu telah bermanfaat karena menjadi pembeda yang penting untuk dipahami,” terang Prof Rema.
Menurutnya, PKH yang diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan sudah tepat dilakukan dengan cara bertahap dengan nilai sekitar 10-15 persen kebutuhan dasar keluarga.
“Program PKH adalah bentuk investasi namun bertahap. Uniknya, pemerintah tidak memberikan langsung seluruh uang, tetapi diberikan berjenjang dengan nilai yang bertambah dari pemberian awal hingga akhir seingga bagus dalam membuat perubahan dalam masyarakat,” ujar profesor dari Harvard itu.
Namun, kata Prof Rema, penting untuk pemerintah Indonesia mengambil keputusan yang meningkatkan dampak positif nyata terhadap masyarakat.
“Jika mengacu pada penelitian para akademisi, pembuat kebijakan perlu mengambil keputusan tepat dengan mempertimbangkan segala konsekuensinya dari perbedaan variabel. Hal ini dapat memberikan dampak luar biasa jika dipertimbangkan dengan baik” tegasnya.
Sehubungan dengan itu, Prof Rema pun mengingatkan terkait transparansi data dalam mendukung pelaksanaan program menuju nol persen kemiskinan ekstrem di Indonesia.
Transparansi data, kata dia, adalah tantangan besar yang perlu dihadapi pemerintah Indonesia agar dapat lebih baik memilih kebijakan tepat.
“Data yang terbuka dan transparan dapat diperoleh semua pihak agar situasi dapat dipahami melalui data yang akurat, sehingga dampaknya terhadap masyarakat miskin dan kemiskinan dalam berbagai bentuknya sampai memecahkan masalah tersebut dapat diambil,” katanya, memaparkan.
Pada gilirannya, Prof Rema mengingatkan penelitian dari para akademisi penting diperhatikan para pembuat kebijakan untuk meningkatkan efektivitas program penghapusan kemiskinan ekstrem yang telah berjalan.
Yang terpenting lagi menurutnya, debat para akademisi sebaiknya tidak terfokus pada satu langkah objektif tetapi juga tentang beberapa strategi untuk membawa isu kemiskinan ekstrem sehingga nantinya dapat memitigasi risiko agar Indonesia tidak lagi kembali pada kemiskinan. *